Jumat, 19 Juni 2015

[Review Buku] Bintang dan Cahayanya by Pretty Angelia

Judul: Bintang dan Cahayanya
Copyright © 2014 Pretty Angelia Wuisan
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Editor by Pradita Seti Rahayu
Rate 4 of 5


Alina Lovita Wahab harus memikul beban paling berat di hidupnya. Memiliki seorang adik yang punya Gangguan Spektrum Autisme ternyata nggak semudah yang ia bayangkan. Banyak yang harus Alin korbankan di masa remaja.
Mengikuti emosi, Alin bertindak nekat. Hingga orang yang paling ia sayang di jagat raya harus menanggung akibatkecelakaan yang membuat Bunda hampir menuju cahaya yang menuntunya ke surga.
Apa yang paling kau takuti di dunia ini?
Mimpi buruk bernama kesendirian...
Sanggupkah alin bertahan menghadapi masa remaja yang seharusnya bewarna? Bisakah ia menjadi bintang yang bercahaya di tengah gelapnya langit bernama kenyataan? Bagaimana Mikael hadir dan mejadi malaikat penjaganya?
“Suatu saat kita akan menjadi bintang paling terang di jagat raya. Kamu bintangnya, Kakak cahayanya.”

Alin harus menerima kekurangan adiknya, Aster Rizkiani Wahab yang mengidap Ganguan Spektrum Autisme. Kelainan yang membuat Aster berbeda dengan anak-anak seusianya. Ia berbeda karena larut dalam dunianya sendiri. Dalam kasus Alin, Aster seorang anak autis yang hyperaktif, sehingga sedikit saja dibiarkan ia akan bertindak semaunya karena ingin tahu.

Alin tidak mengerti, tapi parahnya ia juga tidak ingin mengerti bagaimana perasaan sang Bunda yang seharian merawat Aster dengan penuh kasih sayang. Alin tidak mau mengerti ketika Bunda memberikan perhatian lebih kepada Aster. Alin tidak mau mengerti bahwa kondisi Aster yang sekarang bukan keinginannya. Alin hanya mengerti, bahwa Aster adalah adik yang merepotkan dan tidak normal. Hal ini juga yang membuat Alin malu mengajak teman-temannya ke rumah. Ia tidak ingin seorangpun tahu kondisi adiknya. Tidak seorang pun ....

Alasan Alin tidak memperkenalkan adiknya kepada teman-temannya adalah karena Yovie memutuskan Alin, karena laki-laki itu tidak bisa menerima Aster. Sejak saat itu Alin menyembunyikan Aster dari siapapun. Dan ia tidak ingin ada “Yovie” yang lain melakukan hal itu padanya.

Disisi lain, ada Mikael yang memberikan perhatian lebih pada Alin. Tapi bayang-bayang Yovie masih begitu takut menerima Mikael untuk menjadi pacarnya. Walaupun Alin tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau ia menyimpan perasaan yang sama untuk laki-laki tersebut.

Suatu hari, Rowena, teman Alin meminta izin untuk latihan dance di rumahnya. Alin yang ragu menolak, akhirnya menerima permintaan itu dan berharap semua akan baik-baik saja.  Sampai ketika salah seorang teman Alin mengatakan kalau Aster idiot. Alin melimpahkan kemarahannya pada orang yang salah. Ia marah tanpa alasan yang jelas ke Bunda dan menyalahkan Aster yang berbeda dengan anak lainnya.

“Lebih baik Aster nggak pernah ada! Nggak pernah ada!” Hal 117

Alin memilih jalan kabur dari rumah. Ia hanya berniat kabur sehari saja. Tapi keputusannya itu membuat Bunda harus melalui jalan yang berat. Bunda mengalami kecelakaan dan nyawa Bunda antara hidup dan mati akibat keputusan egois Alin. Sekarang Alin harus menanggung beban itu sendiri. Merawat Aster seorang diri .....

***


Pertama-tama mau kasih aplaus buat penulis yang membuat tema cerita berbeda dengan cerita lainnya. Cerita yang penuh makna dan didikan moral bagi pembacanya bahwa menerima kekurangan atau perbedaan itu tidaklah sulit. Hanya kitalah yang merasa normal mencoba belajar serta menerima kekurangan tersebut. Bukannya malah mengucilkan mereka yang berbeda dari kita.

Aku punya seorang kakak yang tidak normal. Ia cacat fisik dan cacat mental semenjak dari lahir. Bahkan kata mama, kakak belum bisa jalan sampai usia 5 tahun.

Kurang lebih aku memiliki perasaan yang sama dengan Alin. Tapi satu yang berbeda, dari dulu semenjak aku sadar bahwa kakakku berbeda, aku tidak pernah merasa minder kalau ada teman-teman yang mau datang kerumah. Bahkan kalau ada yang nanya, aku gak segan jawab kalau kakakku gak normal. Berbeda dengan Alin juga, aku berani menantang siapa saja yang berani ngatain buat kakak aku. Berani ngomong, leher taruhannya ... eh galak bener. Tapi seriusan hehe

Yah setiap orang memiliki sifat yang berbeda dalam mengantisipasi masalah. Mungkin  begitu juga Alin yang begitu merasa di anaktirikan. Aku paham betul perasaan itu. Sangat paham ...

Balik lagi ke masalah buku. Aku suka bahasa sederhana yang digunakan penulis untuk menyampaikan cerita ke pembaca. Gak rumit, gak bertele-tele dan gak perlu mikir keras buat memahami arti-arti setiap kalimatnya. Dan penulis mampu membuat perbedaan dengan menambahkan efek anak-anak remaja pada diri Alin. Seperti Alin yang suka meniru gaya salah satu tokoh anime kesukaannya dan bagaimana Alin susah dibangunkan. Aku curiga kalau itu adalah sifat penulis yang asli haha ...

Ketika melihat bukunya yang tebal, aku mengira buku ini akan disuguhi banyak adegan antara Alin dan Aster. Tapi cukup kecewa karena isi buku ini lebih fokus ke perasaan Alin. Bahkan adegan Interaksi Alin dan Aster (sampai setengah buku ini, lebih sedikit) Cuma dua kali, yaitu di awal cerita ketika Alin mengajak Aster bermain sepeda dan ketika teman-teman Alin datang ke rumah lalu tanpa sengaja memporak-porandakan tas teman-teman Alin. Padahal buku ini lumayan tebal.

Aku mengira akan banyak ditampilkan interaksi Alin yang menghadapi adiknya yang autis. Atau bagaimana ia merasa lelah dan jenuh menghadapi Aster. Lalu bagaimana penolakan teman-temannya, dan lain-lain. Konflik puncaknya adalah saat Bunda tertabrak dan membuat Alin mengurusi adiknya. Dibagian ini interaksi Alin dan Aster lumayan banyak. Tapi walaupun begitu, penulis bisa mengimbangi dengan emosi Alin yang meledak-ledak padahal ia sayang sama Aster. Disini pengujian Alin sebagai kakak yang bertanggung jawab.

Konflik cinta sebagai remaja pun tidak lupa disuguhi. Mikail sang ketua osis yang dulu mati-matian ngejar Alin tiba-tiba jadi stay cool. Membuat Alin nebak-nebak pikiran si cowok tersebut. Dan jadi galau sendiri akibat sikap Alin yang terlalu menjaga gengsi.

Sudut pandang yang dipakai sudut pandang orang ketika. Dimana penulis sebagai pencerita. Alur berjalan maju hingga akhir. Walaupun ada degan mundur, tapi hanya sedikit tidak mempengaruhi isi cerita.

Satu lagi, aku tidak tahu tujuan penulis menambahkan konflik yang gak penting antara Yovie dan Mikail di akhir cerita. Padahal konflik itu bikin tanda tanya besar dan memiliki efek yang luar biasa pada hidup Mikail. Tapi penulis membuatnya seakan itu hanya masalah kecil. Kalau aku di posisi Mikail, entah bisa hanya bersikap bermusuhan pada Yovie. Menurut aku sih  itu konflik yang tidak perlu,

Tapi ending yang berakhir bahagia, membuat buku ini layak di baca untuk semua kalangan. Pesan moral yang kita dapat ada dua, yaitu bagaimana kita menerima kekurangan dan bagaimana kita mampu mencintai tanpa mengharap kesempurnaan.

Akhir kata ....


Selamat Membaca ....

G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;