Judul: Bintang dan
Cahayanya
Copyright © 2014 Pretty Angelia
Wuisan
Penerbit PT Elex
Media Komputindo
Editor by Pradita
Seti Rahayu
Rate 4 of 5
Alina Lovita Wahab harus memikul
beban paling berat di hidupnya. Memiliki seorang adik yang punya Gangguan Spektrum
Autisme ternyata nggak semudah yang ia bayangkan. Banyak yang harus Alin
korbankan di masa remaja.
Mengikuti emosi, Alin bertindak nekat. Hingga orang
yang paling ia sayang di jagat raya harus menanggung akibat─kecelakaan yang membuat
Bunda hampir menuju cahaya yang menuntunya ke surga.
Apa
yang paling kau takuti di dunia ini?
Mimpi
buruk bernama kesendirian...
Sanggupkah alin bertahan menghadapi
masa remaja yang seharusnya bewarna? Bisakah ia menjadi bintang yang bercahaya
di tengah gelapnya langit bernama kenyataan? Bagaimana Mikael hadir dan mejadi
malaikat penjaganya?
“Suatu saat kita
akan menjadi bintang paling terang di jagat raya. Kamu bintangnya, Kakak
cahayanya.”
Alin harus menerima kekurangan
adiknya, Aster Rizkiani Wahab yang mengidap Ganguan Spektrum Autisme. Kelainan
yang membuat Aster berbeda dengan anak-anak seusianya. Ia berbeda karena larut
dalam dunianya sendiri. Dalam kasus Alin, Aster seorang anak autis yang
hyperaktif, sehingga sedikit saja dibiarkan ia akan bertindak semaunya karena
ingin tahu.
Alin tidak mengerti, tapi
parahnya ia juga tidak ingin mengerti bagaimana perasaan sang Bunda yang
seharian merawat Aster dengan penuh kasih sayang. Alin tidak mau mengerti
ketika Bunda memberikan perhatian lebih kepada Aster. Alin tidak mau mengerti
bahwa kondisi Aster yang sekarang bukan keinginannya. Alin hanya mengerti,
bahwa Aster adalah adik yang merepotkan dan tidak normal. Hal ini juga yang
membuat Alin malu mengajak teman-temannya ke rumah. Ia tidak ingin seorangpun
tahu kondisi adiknya. Tidak seorang pun ....
Alasan Alin tidak memperkenalkan
adiknya kepada teman-temannya adalah karena Yovie memutuskan Alin, karena
laki-laki itu tidak bisa menerima Aster. Sejak saat itu Alin menyembunyikan
Aster dari siapapun. Dan ia tidak ingin ada “Yovie” yang lain melakukan hal itu
padanya.
Disisi lain, ada Mikael yang
memberikan perhatian lebih pada Alin. Tapi bayang-bayang Yovie masih begitu
takut menerima Mikael untuk menjadi pacarnya. Walaupun Alin tidak bisa
membohongi dirinya sendiri kalau ia menyimpan perasaan yang sama untuk
laki-laki tersebut.
Suatu hari, Rowena, teman Alin
meminta izin untuk latihan dance di rumahnya. Alin yang ragu menolak, akhirnya
menerima permintaan itu dan berharap semua akan baik-baik saja. Sampai ketika salah seorang teman Alin
mengatakan kalau Aster idiot. Alin melimpahkan kemarahannya pada orang yang
salah. Ia marah tanpa alasan yang jelas ke Bunda dan menyalahkan Aster yang
berbeda dengan anak lainnya.
“Lebih baik Aster nggak pernah ada! Nggak pernah ada!” – Hal 117
Alin memilih jalan kabur dari
rumah. Ia hanya berniat kabur sehari saja. Tapi keputusannya itu membuat Bunda
harus melalui jalan yang berat. Bunda mengalami kecelakaan dan nyawa Bunda
antara hidup dan mati akibat keputusan egois Alin. Sekarang Alin harus
menanggung beban itu sendiri. Merawat Aster seorang diri .....
***
Pertama-tama mau kasih aplaus
buat penulis yang membuat tema cerita berbeda dengan cerita lainnya. Cerita
yang penuh makna dan didikan moral bagi pembacanya bahwa menerima kekurangan
atau perbedaan itu tidaklah sulit. Hanya kitalah yang merasa normal mencoba
belajar serta menerima kekurangan tersebut. Bukannya malah mengucilkan mereka
yang berbeda dari kita.
Aku punya seorang kakak yang
tidak normal. Ia cacat fisik dan cacat mental semenjak dari lahir. Bahkan kata
mama, kakak belum bisa jalan sampai usia 5 tahun.
Kurang lebih aku memiliki
perasaan yang sama dengan Alin. Tapi satu yang berbeda, dari dulu semenjak aku
sadar bahwa kakakku berbeda, aku tidak pernah merasa minder kalau ada
teman-teman yang mau datang kerumah. Bahkan kalau ada yang nanya, aku gak segan
jawab kalau kakakku gak normal. Berbeda dengan Alin juga, aku berani menantang
siapa saja yang berani ngatain buat kakak aku. Berani ngomong, leher taruhannya
... eh galak bener. Tapi seriusan hehe
Yah setiap orang memiliki sifat
yang berbeda dalam mengantisipasi masalah. Mungkin begitu juga Alin yang begitu merasa di
anaktirikan. Aku paham betul perasaan itu. Sangat paham ...
Balik lagi ke masalah buku. Aku suka
bahasa sederhana yang digunakan penulis untuk menyampaikan cerita ke pembaca.
Gak rumit, gak bertele-tele dan gak perlu mikir keras buat memahami arti-arti
setiap kalimatnya. Dan penulis mampu membuat perbedaan dengan menambahkan efek
anak-anak remaja pada diri Alin. Seperti Alin yang suka meniru gaya salah satu
tokoh anime kesukaannya dan bagaimana Alin susah dibangunkan. Aku curiga kalau
itu adalah sifat penulis yang asli haha ...
Ketika melihat bukunya yang
tebal, aku mengira buku ini akan disuguhi banyak adegan antara Alin dan Aster.
Tapi cukup kecewa karena isi buku ini lebih fokus ke perasaan Alin. Bahkan
adegan Interaksi Alin dan Aster (sampai setengah buku ini, lebih sedikit) Cuma
dua kali, yaitu di awal cerita ketika Alin mengajak Aster bermain sepeda dan
ketika teman-teman Alin datang ke rumah lalu tanpa sengaja memporak-porandakan
tas teman-teman Alin. Padahal buku ini lumayan tebal.
Aku mengira akan banyak
ditampilkan interaksi Alin yang menghadapi adiknya yang autis. Atau bagaimana
ia merasa lelah dan jenuh menghadapi Aster. Lalu bagaimana penolakan
teman-temannya, dan lain-lain. Konflik puncaknya adalah saat Bunda tertabrak
dan membuat Alin mengurusi adiknya. Dibagian ini interaksi Alin dan Aster
lumayan banyak. Tapi walaupun begitu, penulis bisa mengimbangi dengan emosi
Alin yang meledak-ledak padahal ia sayang sama Aster. Disini pengujian Alin
sebagai kakak yang bertanggung jawab.
Konflik cinta sebagai remaja pun
tidak lupa disuguhi. Mikail sang ketua osis yang dulu mati-matian ngejar Alin
tiba-tiba jadi stay cool. Membuat Alin nebak-nebak pikiran si cowok tersebut.
Dan jadi galau sendiri akibat sikap Alin yang terlalu menjaga gengsi.
Sudut pandang yang dipakai sudut
pandang orang ketika. Dimana penulis sebagai pencerita. Alur berjalan maju
hingga akhir. Walaupun ada degan mundur, tapi hanya sedikit tidak mempengaruhi
isi cerita.
Satu lagi, aku tidak tahu tujuan
penulis menambahkan konflik yang gak penting antara Yovie dan Mikail di akhir
cerita. Padahal konflik itu bikin tanda tanya besar dan memiliki efek yang luar
biasa pada hidup Mikail. Tapi penulis membuatnya seakan itu hanya masalah
kecil. Kalau aku di posisi Mikail, entah bisa hanya bersikap bermusuhan pada
Yovie. Menurut aku sih itu konflik yang
tidak perlu,
Tapi ending yang berakhir
bahagia, membuat buku ini layak di baca untuk semua kalangan. Pesan moral yang
kita dapat ada dua, yaitu bagaimana kita menerima kekurangan dan bagaimana kita
mampu mencintai tanpa mengharap kesempurnaan.
Akhir kata ....
Selamat Membaca ....
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentarmu disini