Senin, 07 Desember 2015

[Review Buku] Orang Miskin Dilarang Sekolah by Wiwid Prasetyo

Orang Miskin Dilarang Sekolah
By Wiwid Prasetyo
Penerbit DIVA Press
Editor Arini
Cetakan ke-6; Mei 2010; 450 hlm
Tata Sampul by Gobaqsodor
Rate 4 of 5

Ini adalah kumpulan kisah dimana Faisal, sang tokoh utama yang baru duduk di bangku sekolah dasar kelas 1, mulai membujuk dan memberi semangat kepada teman-temannya, Pepeng, pamudi, dan Yudi, agar mereka bersekolah. Tekad Pepeng, Pamudi dan Yudi untuk mengubah kehidupan keluarga mereka yang selalu berkubang dalam kotoran sapi, begitu besar hingga berbekal seragam bekas usang, sandal jepit dan tas gandum mereka gunakan untuk sekolah.

Hinaan demi hinaan dan cobaan yang datang bertubi-tubi membuat anak-anak Alam Liar ─sebutan Faisal untuk ketiga temannya─ hampir menyerah untuk mencari ilmu. Tapi berbekal keteguhan Faisal, ketiga temannya itu tetap berusaha keras untuk sekolah. Dan akhirnya, keinginan untuk sekolah pun terwujud, meski cobaan yang mereka lalui tetap tidak berkurang sama sekali. Bukan hanya kehidupan keluarga yang menjadi kendala, tapi biaya pun serta waktu yang sangat sempit sangat sulit mereka bagi dengan sama rata.


Tidak hanya Anak-anak Alam Liar saja yang mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Faisal pun, sang pemberi semangat, menghadapi cobaan di tuduh gila saat berusaha melindungi peternakan sapi yang merupakan satu-satunya ladang rezeki ayah dari ketiga temannya. Kegigihan Faisal untuk mempertahankan pendapatnya mendapat perhatian khusus dari Pak cokro, dukun yang paling di hormati di kampungnya. Pak Cokro ingin memusnahkan “ancaman” reputasi dirinya di hadapan para warga kampung. Tapi Faisal, anak laki-laki yang cerdik. Ia berhasil mengalahkan Pak Cokro dengan tipu muslihatnya.

Masalah lain yang dihadapi oleh Faisal adalah saat ia harus menerima amukan massa karena keikutsertaan dirinya menuntaskan buta aksara di kampungnya. Massa mengamuk, karena ilmu baca dan menulis yang di canangkan oleh Faisal malah membuat Mat Karmin melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak dengan mengatasnamakan buku yang ia tulis. Pak Cokro mulai merekrut para “pasien” dengan cara baru setelah ia pintar membaca dan menulis.

Lalu bagaimana kisah akhir, Faisal dan ketiga temannya yang memiliki impian dan cita-cita yang sulit di jangkau? Cita-cita yang bukan hanya butuh pengorbanan fisik, tapi juga pengorbanan batin yang selalu mendengar cibiran orang lain.

***

Pertama aku mau ngomentari judulnya dulu. Kan judulnya “Orang Miskin Dilarang Sekolah”, tapi kok rasanya agak kurang kena judul ini dengan isi bukunya. Awalnya aku pikir buku ini akan bercerita tentang Faisal serta Pepeng, Pamudi dan Yudi dalam usahanya untuk sekolah. Gimana orang miskin di beda-bedakan atau sejenisnya lah ... you know what i mean hehe semacam di drama-drama gitu ^^ setelah baca buku ini dari awal sampai akhir, buku ini lebih menceritakan segelintir fenomena yang ada. Misalnya orang-orang kampung yang masih tertinggal dari baca dan tulis, penolakan budaya-budaya dalam kampung mereka, serta kehidupan anak-anak di sekolah yang terkadang terlalu bangga dengan harta orang tua masing-masing.

Maksud aku, gak ada di buku ini yang menjelaskan, dimana maksud “orang miskin dilarang sekolah”?

Tinggalkan masalah judul yang bikin aku susah berkata-kata wkwk ...

Tokoh utama dalam buku ini memang Faisal, tapi jangan harap kalau dari awal sampai akhir kita akan di suguhkan kecerdikan Faisal atau keteguhan Faisal. Sama seperti tokoh lainnya, Faisal hanya pelengkap buku ini meski status dia tokoh utama dalam buku ini.

Kehidupan Pepeng, Pamudi dan Yudi juga akan membawa kita pada realita hidup. Berbagai macam usaha mereka lakukan agar bisa sekolah dan berbagai hinaan mereka terima. Cukup unik sih karakternya, karena meski tokoh di novel ini terbilang masih anak-anak, mereka berpikir sangat sangat sangat dewasa. Malah mungkin orang dewasa gak akan berpikir seperti mereka. Contoh kasus aja, Pamudi yang mau bekerja apa aja asal halal. Yudi yang rela menerima ejekan karena menjual pisang goreng, dan Pepeng yang bekerja sebagai kuli angkut di pasar.

Konflik yah gak jauh-jauh ya dari hinaan, ejekan, penolakan dll. Khas lah seperti sinetron-sinetron atau drama-drama televisi. Gak ada yang istimewa. Malah lebih istimewa konflik di kampung Faisal. Seperti hebohnya pelecehan seksual, dan praktik dukun. 

Aku tidak tahu ini disebut kelemahan atau gak ... karena gak menganggu sama sekali, Cuma aku punya perasaan sedang membaca cerita dalam buku pelajaran bahasa indonesia SD. Tokoh utama memiliki kepribadian yang perfect dan nilai-nilai sekolah yang sempurna, memiliki jiwa besar dan sifat-sifat agung lainnya. Belum lagi, dimana tokoh utamanya menjalani hidup seakan-akan masalah itu mudah sekali. Bahasa yang dipakai oleh anak-anak itu pun sangat dewasa, gak ada kesan anak-anaknya, sehingga mengurangi “keimutan” membaca buku ini.

Saat aku menggunakan istilah “imut” kan anak-anak identik dengan kata-kata lucu yang polos, tapi ini malah gak. Seperti melihat orang dewasa berdialog.  Sehingga baca buku ini gak terbawa perasaan. Biasa aja kosong melompong

Secara keseluruhan, aku suka buku ini. Meski fenomena yang dijabarkan dalam buku ini gak asing, tapi aku tetap lanjut menuntusakan bacaan buku ini sampai halaman ke-450. Bahasa ringan yang mudah dipahami menjadi nilai plus lagu dari buku ini. Pokoknya rekomendasi lah buku ini sebagai bacaan santai.



G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;